Polisi Penembak Siswa SMK Semarang: Dipecat Tidak Hormat, Jadi Tersangka, dan Pelanggaran HAM
Polisi Penembak Siswa SMK Semarang: Rangkaian Fakta dan Dampaknya
RedaksiBali.com – Kasus tragis penembakan Gamma Rizkynata Oktafandy (17), siswa SMK di Semarang, oleh Aipda Robig Zaenudin, anggota Sat Narkoba Polres Semarang, terus berkembang. Peristiwa ini terjadi pada Minggu (24/11/2024) dini hari di Jalan Candi Penataran, Semarang. Berikut rangkaian fakta lengkapnya:
1. Penetapan Aipda Robig Sebagai Tersangka
Polda Jawa Tengah secara resmi menetapkan Aipda Robig Zaenudin sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada Senin (9/12/2024). Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Artanto menjelaskan bahwa tindakan hukum ini dilakukan menyusul investigasi menyeluruh oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).
“Hari ini telah dilaksanakan gelar perkara, dan status Aipda R dinaikkan menjadi tersangka,” kata Artanto.
2. Pemecatan Tidak Hormat (PTDH)
Selain dijadikan tersangka, Aipda Robig juga menjalani sidang kode etik pada hari yang sama. Hasilnya, ia dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Keputusan ini dianggap sesuai dengan pelanggaran berat yang dilakukannya.
baca juga:
3. Kronologi Polisi Penembak Siswa SMK
Menurut laporan awal, Robig disebut berusaha membubarkan tawuran dan melepaskan tembakan karena merasa terancam. Namun, keterangan ini dibantah oleh Kabid Propam Polda Jateng Kombes Aris Supriyono, yang menyatakan bahwa tindakan Robig tidak terkait dengan pembubaran tawuran.
Aris menyebut Robig sengaja menunggu korban berputar balik sebelum menembak. Tindakan ini terekam CCTV di minimarket sekitar lokasi kejadian. Akibatnya, Gamma meninggal dunia, sementara dua rekannya mengalami luka tembak.
4. Komnas HAM: Penembakan sebagai Pelanggaran HAM
Komnas HAM yang menyelidiki kasus ini menyimpulkan bahwa penembakan Gamma adalah bentuk pelanggaran HAM. Hasil investigasi dilakukan dengan pemantauan di Semarang selama tiga hari.
Komisioner Kompolnas, M Choirul Anam, juga menegaskan bahwa hukuman maksimal berupa PTDH dan penempatan khusus selama 14 hari adalah langkah tegas atas tindakan tercela tersebut.
5. Pengajuan Banding oleh Aipda Robig
Usai putusan pemecatan, Aipda Robig mengajukan banding untuk membela dirinya. Proses banding ini diberi waktu tiga hari setelah putusan diumumkan. Meski demikian, alasan pembelaannya belum dijelaskan oleh pihak kepolisian.
"Apa argumentasinya? Itu hak dia untuk menyampaikan dalam proses banding," kata Kombes Artanto.
6. Reaksi Publik dan Harapan Reformasi Kepolisian
Kasus ini memicu kecaman luas dari masyarakat. Banyak pihak menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem kepolisian, termasuk pengawasan penggunaan senjata api dan tes psikologi rutin untuk anggota polisi.
Kasus ini mencerminkan pentingnya pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum. Tindakan yang melanggar hukum oleh polisi tidak hanya mencoreng institusi, tetapi juga merusak kepercayaan publik. Penegakan hukum yang transparan dan tegas menjadi kunci untuk mencegah kasus serupa di masa depan.