Dua Belas Universitas Indonesia dan Timor Leste Sepakati Kemitraan Riset untuk Laut Berkelanjutan di Bentang Laut Sunda Kecil
REDAKSIBALI.COM – Sebanyak dua belas universitas dari Indonesia dan Timor-Leste menandatangani Memorandum of Agreement (MoA) pembentukan Lesser Sunda Seascape (LSS) Science Hub – University Partnership Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) di Bali, Senin (20/10/2025).
Kesepakatan ini menandai babak baru sinergi akademik lintas batas untuk memperkuat konservasi laut berbasis ilmu pengetahuan di kawasan Bentang Laut Sunda Kecil—wilayah penting yang menjadi bagian dari segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle), mencakup perairan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, hingga sebagian Laut Banda. Kawasan ini dikenal memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi sekaligus menghadapi tekanan dari perubahan iklim dan aktivitas manusia.
Executive Director CTI-CFF Regional Secretariat, Dr. Frank Keith Griffin, menyebut pembentukan Science Hub sebagai langkah strategis mempertemukan lembaga akademik, pemerintah, dan mitra pembangunan dalam satu platform kolaboratif. Ruang lingkup kerja sama dalam MoA diantaranya mencakup kolaborasi riset terkait kelautan dan perikanan, publikasi bersama jurnal ilmiah dan ruang pengembangan kapasitas para akademisi antar universitas di Indonesia dan Timor-Leste.
“Kolaborasi ini akan mendorong riset lintas batas dan memperkuat pengelolaan laut berbasis sains, terutama dalam konservasi terumbu karang, pengelolaan perikanan berkelanjutan, dan perlindungan spesies laut bermigrasi. Ini adalah upaya kolektif untuk menjamin masa depan laut yang sehat dan tangguh bagi masyarakat pesisir di kawasan ini,” ujarnya.
Dua belas universitas yang bergabung terdiri dari sepuluh kampus di Indonesia—antara lain Universitas Nusa Cendana, Universitas Kristen Artha Wacana, Universitas Muhammadiyah Kupang, Universitas Tribuana Kalabahi, Universitas Pattimura, Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Pertahanan, dan Universitas Sam Ratulangi—serta dua universitas dari Timor-Leste, yaitu Universidade Nacional Timor Lorosa’e (UNTL) dan Universidade Oriental Timor-Lorosa’e (UNITAL).
Melalui kemitraan ini, universitas-universitas tersebut berkomitmen membangun wadah ilmiah yang mendorong penelitian, inovasi, pengembangan kapasitas, serta pertukaran pengetahuan lintas negara. Science Hub akan menjadi ruang kolaborasi bagi akademisi dan praktisi untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan berbasis riset yang mendukung pembangunan ekonomi biru dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain itu, lembaga ini juga akan berperan dalam memfasilitasi joint research, program magang, dan pelatihan antar universitas di bidang kelautan dan perikanan. Penandatanganan MoA ini juga menjadi bagian dari rangkaian International Seminar on SDG 14 “Life Below Water” yang mempertemukan lembaga akademik, instansi pemerintah, dan mitra pembangunan dari enam negara anggota CTI-CFF: Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor-Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Seminar ini menjadi wadah penting untuk memperkuat komitmen implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals), khususnya SDG 14 yang berfokus pada perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya laut dan pesisir.
Tutus Wijanarko, IKI SOMACORE Project Lead Konservasi Indonesia menjelaskan, selain menandatangani MoA, para pihak juga menyepakati penyusunan rencana kerja bersama periode 2026–2030 yang akan mendukung implementasi Regional Plan of Action (RPOA) 2.0 CTI-CFF 2021–2030.
Dalam rencana ini, LSS Science Hub diharapkan memainkan peran strategis dalam memperkuat basis data ilmiah kawasan, mengembangkan riset multidisiplin, dan mendukung kebijakan konservasi laut lintas batas yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim. Tutus menilai, keterlibatan universitas menjadi elemen kunci dalam mewujudkan konservasi berbasis ilmu pengetahuan di tingkat regional.
“Kerja sama ini tidak hanya memperluas jejaring akademik, tetapi juga memastikan bahwa hasil riset diubah menjadi kebijakan nyata yang berdampak bagi masyarakat pesisir. Dengan dukungan kampus, kita memperkuat praktik konservasi yang berkelanjutan dan relevan dengan tantangan zaman. Kolaborasi ini diharapkan menjadi model kemitraan akademik regional yang memperkuat peran sains dalam menjaga ketahanan laut, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, dan mendukung ekonomi biru berkelanjutan di kawasan Asia Pasifik,” ujarnya.
Adapun, inisiatif ini juga menjadi bagian dari proyek Solutions for Marine and Coastal Resilience in the Coral Triangle (SOMACORE), hasil kerja sama antara Regional Secretariat of CTI-CFF, GIZ, Conservation International (CI), dan Konservasi Indonesia (KI) yang didukung International Climate Initiative (IKI) sejak 2024. Program ini bertujuan memperkuat ketahanan ekosistem laut dan pesisir melalui pendekatan ilmiah, inovasi lokal, serta kolaborasi lintas lembaga di kawasan Segitiga Terumbu Karang. Koordinator University Partnership CTI-CFF, Prof. Grevo Gerung di tempat yang sama menambahkan bahwa inisiatif ini merupakan kelanjutan dari program University Partnership yang telah digagas sejak 2017. “Tujuan utama kemitraan ini adalah menjadikan universitas sebagai motor penggerak konservasi laut, perikanan berkelanjutan, dan ketahanan pangan di enam negara anggota CTI-CFF. Melalui LSS Science Hub, kita ingin memastikan ilmu pengetahuan tidak berhenti di laboratorium, tetapi menjadi dasar tindakan nyata di lapangan,” katanya (*)