Skandal Makan Bergizi Gratis: 10.482 Anak Keracunan, JPPI Desak Pemerintah Tutup Semua Dapur!
Korban Keracunan Makan Bergizi Gratis Capai 10.482 Anak, JPPI: Hentikan Semua Dapur MBG
RedaksiBali.com – Gelombang kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus meningkat. Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat sebanyak 10.482 anak menjadi korban hingga 4 Oktober 2025. Kondisi ini memicu desakan keras agar pemerintah segera menutup seluruh dapur MBG (SPPG) di Indonesia.
Program MBG yang awalnya digadang sebagai solusi untuk meningkatkan gizi dan kesehatan siswa, kini justru berubah menjadi mimpi buruk bagi ribuan keluarga.
Lonjakan Korban Meski Dapur Ditutup Sebagian
Menurut JPPI, meski Badan Gizi Nasional (BGN) telah menonaktifkan sebagian Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sejak 29 September 2025, jumlah korban tetap melonjak.
Dalam sepekan terakhir saja, korban baru mencapai 1.833 anak, meningkat dari rata-rata mingguan 1.531 anak selama September.
“Penutupan sebagian SPPG sama sekali tidak efektif. Selama dapur MBG masih beroperasi, korban akan terus berjatuhan,” tegas Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI.
JPPI menilai, langkah BGN yang hanya menutup dapur terduga pelaku kasus keracunan adalah tindakan setengah hati dan tidak menyentuh akar masalah.
Akar Masalah: Dari Pengawasan Lemah hingga Manipulasi Data
Ubaid menjelaskan bahwa akar persoalan MBG jauh lebih kompleks daripada sekadar insiden keracunan. JPPI menemukan sejumlah faktor penyebab utama, antara lain:
- Lemahnya pengawasan dan kontrol kualitas bahan pangan.
- Distribusi makanan tidak layak konsumsi karena rantai suplai yang tidak higienis.
- Manipulasi data pelaporan dan audit internal program MBG.
Selain itu, menurut JPPI, sebagian besar dapur MBG masih beroperasi tanpa audit transparan dan partisipatif. Ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip keselamatan anak.
Penyebaran Kasus dan Wilayah Terdampak
Sepanjang pekan lalu, kasus keracunan MBG meluas ke dua provinsi baru, yaitu:
- Sumatera Barat: 122 anak
- Kalimantan Tengah: 27 anak
Sementara lima provinsi dengan korban terbanyak adalah:
- Jawa Timur – 620 anak
- Jawa Barat – 555 anak
- Jawa Tengah – 241 anak
- Sumatera Barat – 122 anak
- Nusa Tenggara Timur – 100 anak
Penolakan terhadap program MBG juga bermunculan di banyak daerah seperti Tasikmalaya, Madura, Agam, Yogyakarta, Jakarta, Serang, Semarang, Batu, Polewali Mandar, dan Rembang.
Guru dan Wartawan Jadi Korban Intimidasi
JPPI juga mengungkap adanya tekanan dan intimidasi terhadap masyarakat dan jurnalis yang mengkritik MBG.
Sejumlah wartawan, aktivis, dan wali murid di Jakarta, Batam, Garut, dan Tuban mengalami ancaman hukum dan teror setelah memberitakan kasus ini.
Ironisnya, guru yang ditugaskan mencicipi makanan MBG juga mengalami keracunan di beberapa wilayah seperti Cianjur, Sleman, Garut, Ketapang, dan Bandung Barat.
“BGN tidak bisa lagi berpura-pura mengendalikan situasi dengan langkah setengah hati,” ujar Ubaid.
“Keselamatan anak jauh lebih penting daripada pencitraan kebijakan.”
Tuntutan JPPI Kepada Pemerintah
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, JPPI menyampaikan tiga tuntutan utama kepada pemerintah:
- Tutup semua dapur MBG (SPPG) di seluruh Indonesia sampai audit total dilakukan secara transparan dan partisipatif.
- Cabut kebijakan mewajibkan guru mencicipi makanan MBG, yang dianggap merendahkan martabat profesi guru.
- Berikan sanksi tegas kepada pihak yang lalai atau membiarkan praktik berbahaya ini berlangsung.
Ubaid menegaskan, program MBG seharusnya menjadi simbol kepedulian negara terhadap anak-anak, bukan bukti kelalaian sistemik.
“Jangan jadikan anak Indonesia kelinci percobaan dengan dalih pemenuhan gizi,” pungkasnya.
Kasus MBG kini bukan lagi sekadar isu lokal, melainkan krisis nasional dalam tata kelola gizi dan pendidikan. Ribuan anak menjadi korban, guru ikut terdampak, dan publik kehilangan kepercayaan terhadap program yang seharusnya menyehatkan generasi muda.
Pemerintah dituntut untuk bertindak cepat, transparan, dan berani menghentikan seluruh operasional MBG sementara waktu hingga sistem yang benar-benar aman dan layak diterapkan.