Israel mengambil alih Gaza setelah Perang : Memperjelas Miskonsepsi dan Memahami Situasi
RedaksiBali.com – Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, baru-baru ini menyatakan Israel mengambil alih Gaza setelah perang. Namun, pernyataan ini perlu diperjelas dan dipahami lebih mendalam.
1. Konteks Rencana Pascaperang
Gallant menegaskan bahwa setelah perang, Hamas tidak akan mengendalikan Gaza, dan Israel mengambil alih Gaza kendali militer, bukan sipil. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah yang telah diambil di Tepi Barat.
2. Kebebasan Operasi Militer
Gallant memberi contoh kebebasan operasi militer dengan merujuk pada insiden di Jenin, di mana pasukan Israel yang menyamar melakukan tindakan militer tingkat tinggi, namun tanpa kendali sipil. Ini adalah upaya untuk memastikan kendali militer tanpa tanggung jawab terhadap penduduk sipil.
3. Keprihatinan Internasional
Meskipun Gallant ingin menghindari tanggung jawab negara pendudukan, pernyataan ini menuai kekhawatiran terkait dengan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan internasional (IHL). Israel seharusnya memastikan standar kesehatan, kebersihan, serta makanan dan perawatan medis bagi penduduk di bawah pendudukan.
4. Kontroversi Pengusiran Paksa
Sejumlah pejabat Israel menyatakan sikap berbeda terkait pengusiran paksa 2,3 juta warga Palestina di Gaza. Sebuah konferensi dihadiri oleh 12 menteri dan 18 anggota parlemen menyoroti niat untuk mempromosikan pengusiran paksa dan membangun pemukiman Yahudi di wilayah tersebut.
5. Sejarah Pemukiman dan Evakuasi
Sebelumnya, pada tahun 2005, Perdana Menteri Ariel Sharon memerintahkan pembongkaran blok pemukiman Gush Katif dan evakuasi pemukim Yahudi dari Gaza.
Kesimpulan
Pernyataan Yoav Gallant menciptakan keraguan dan perlu pemahaman lebih lanjut. Meskipun rencana pascaperang disebutkan, tanggung jawab terhadap penduduk sipil dan kepatuhan terhadap standar kemanusiaan internasional harus menjadi fokus perhatian global. Sejarah pemukiman dan evakuasi sebelumnya juga memberikan konteks penting terhadap situasi ini.