Berita PolitikPolitikPolitik dan Pemerintahanpolitik Indonesia

Kekayaan Hasto Kristiyanto, Kasus Harun Masiku, dan Polemik LHKPN: Fakta Terbaru yang Menggemparkan

RedaksiBali.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto kembali menjadi pusat perhatian publik. Kali ini, perhatian mengarah pada dugaan keterlibatannya dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Polemik ini mengangkat kembali pertanyaan lama mengenai kekayaannya yang tak pernah diperbarui dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sejak 2003. Kasus ini tak hanya mengguncang PDIP, tetapi juga membawa isu akuntabilitas para pejabat publik ke permukaan.


Kekayaan Hasto Kristiyanto: Mengapa Tak Pernah Diperbarui?

Berdasarkan data LHKPN, Hasto Kristiyanto hanya pernah melaporkan kekayaannya satu kali, yakni pada 22 Desember 2003, saat ia menjabat sebagai anggota DPR RI dari Fraksi PDIP periode 2004-2009. Ketika itu, total kekayaan Hasto mencapai Rp 1,193 miliar. Setelahnya, tak ada laporan kekayaan baru yang diunggah ke laman resmi LHKPN, meskipun Hasto terus menduduki berbagai posisi strategis di PDIP dan sektor lainnya.

Pada 2003, Hasto bertugas di Komisi VI DPR yang melingkupi bidang perdagangan, perindustrian, investasi, dan koperasi. Setelah masa jabatan tersebut, Hasto lebih banyak aktif di internal partai, menduduki jabatan penting seperti Wakil Sekjen PDIP dan Pelaksana Tugas Sekjen sebelum akhirnya menjadi Sekjen definitif pada 2015. Jabatan ini kemudian diperpanjang hingga periode 2019-2024.

Selain kiprahnya di politik, Hasto juga memiliki pengalaman di dunia korporasi. Ia pernah menjadi Project Manager di PT Rekayasa Industri (1992-2002) dan saat ini menjabat sebagai Project Director di PT Prada Nusa Perkasa. Kendati memiliki rekam jejak yang panjang, transparansi mengenai perkembangan kekayaannya menjadi tanda tanya besar.

baca juga:

Pernyataan Hasto Kristiyanto Usai Jadi Tersangka: Sikap PDIP dan Implikasi Politik

PDIP Siaga 1! Kisruh Internal Menjelang Kongres PDIP 2025, Baliho Provokatif Bermunculan!

Dipecat PDIP, Akankah Jokowi Membentuk Partai Baru? Respons Politik dan Dukungan Relawan

Pemecatan Jokowi dan Gibran: Strategi PDIP atau Blunder Politik?”


Kasus Harun Masiku: Perjalanan Panjang yang Akhirnya Menyeret Hasto.

Kasus Harun Masiku bermula pada Januari 2020, saat Harun diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan langkahnya sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Harun disebut menyiapkan uang sekitar Rp 850 juta demi melenggang ke DPR. Sayangnya, operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Januari 2020 gagal menangkap Harun, yang kemudian menjadi buron hingga saat ini.

Pada Desember 2024, KPK akhirnya menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus ini. Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa penetapan ini dilakukan setelah pihaknya mengumpulkan cukup bukti yang menguatkan keterlibatan Hasto. “Baru sekarang ini (menyangkakan Hasto) karena kecukupan alat bukti. Penyidik lebih yakin,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.


Larangan ke Luar Negeri untuk Hasto dan Yasonna.

Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK mengeluarkan surat larangan bepergian ke luar negeri terhadap Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Yasonna H. Laoly. Larangan ini berlaku selama enam bulan sejak Desember 2024. Yasonna sendiri sempat diperiksa oleh KPK terkait kasus ini pada 18 Desember 2024. Dalam pemeriksaan, ia diminta memberikan klarifikasi terkait surat permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) yang diajukan DPP PDIP.


Tantangan KPK dalam Menangkap Harun Masiku.

Meskipun Harun Masiku telah ditetapkan sebagai buronan sejak 29 Januari 2020 dan masuk daftar Red Notice Interpol sejak 30 Juli 2021, hingga kini KPK belum berhasil menangkapnya. Beberapa pihak mengkritik lambannya penanganan kasus ini, menimbulkan spekulasi adanya hambatan non-teknis. Harun terakhir kali terdeteksi di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada 2020. Setelah itu, keberadaannya menjadi misteri.


Kasus Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku menggambarkan betapa kompleksnya dinamika politik dan hukum di Indonesia. Dari polemik pelaporan LHKPN hingga dugaan keterlibatan dalam kasus suap, isu ini mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas pejabat publik. Publik tentu berharap KPK dapat menyelesaikan kasus ini dengan tuntas, termasuk menangkap Harun Masiku yang hingga kini masih buron.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *