BeritaNasional

Anggota BP MPR RI Kesuma Kelakan Sebut Pembangunan di Era Reformasi Makin Demokratis dan HAM Makin Terjaminn

REDAKSIBALI.COM -Praktik ketatanegaraan Republik Indonesia di Era Reformasi berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945 telah berlangsung 24 tahun atau dua dekade. Tentu berbagai dinamika mewarnai perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seiring dengan adanya perubahan UUD 1945 maka sejak saat itu telah terjadi  perubahan sistem hukum di Indonesia.

Dengan adanya Reformasi dalam penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan, Indonesia mengalami kemajuan yang cukup signifi kan di berbagai hal. Pembangunan yang semula berorientasi ke Pusat berubah ke daerah sehingga pemerataan pembangunan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, Pembangunan di bidang politik yang makin demokratis dan juga adanya jaminan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Demikian disampaikan Anggota Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (BP MPR RI) I G.N Kesuma Kelakan, S.T., M.Si saat menjadi narasumber pada acara Penyerapan Aspirasi Masyarakat yang bertema ‘Kajian Terhadap Sistem Ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pelaksanaanya’ di desa Buahan, kecamatan Payangan, kabupaten Gianyar, Bali pada Sabtu (5/2/2022

Kesuma Kelakan yang juga Anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI menyatakan sistem ketatanegaraan di Era Reformasi yang dimulai pada Tahun 1998 merupakan momentum penyelenggaraan negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia. Demokrasi dan hak asasi manusia dalam praktik ketatanegaraan Indonesia harus terwujud dalam Sistem hukum yang sesuai dengan kehendak bernegarasebagaimana yang ditentukan dalam Alinea keEmpat UUD Tahun 1945, yaitu berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila. Pancasila harus menjadi parameter dalam menilai pelaksanaan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.

“Perubahan UUD 1945 telah mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara fundamental. Berbagai kelemahan mendasar yang dimiliki oleh UUD 1945 telah disempurnakan melalui empat kali amandemen. Dalam tataran implementasi, perubahan yang diharapkan masih jauh dari harapan. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bertujuan mencapai masyarakat adil dan makmur terkendala berbagai factor,” ujar pria yang pernah menjabat Wakil gubernur Bali periode 2003-2008 ini.

Menjabawab pertanyaan peserta terkait  adanya wacana  amandemen UUD 1945 dimasa mendatang, Kesuma Kelakan menyatakan amandemen terbatas UUD NRI 1945 menjadi kajian semua elemen akhir akhir ini.

“Amandemen terbatas harus tetap mengacu kepada falsafah bangsa sendiri dengan menjadikan Pancasila sebagai bintang pemandu yang memberikan pedoman danvbimbingan dalam semua kegiatan legislasi, memberi isi kepada setiap pasal pasal yang akan di amandemen. Pancasila sebagai ideologi dinamis memang dapat berkembang mengikuti konteks jamannya, akan tetapi falsafah dasarnya harus bersifat tetap menurut maksud para Pendiri Bangsa,” ungkapnya.

Suasana dialog pada acara Penyerapan Aspirasi Masyarakat yang bertema ‘Kajian Terhadap Sistem Ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pelaksanaanya’ yang menghadirkan Anggota BP MPR RI I GN Kesuma Kelakan, ST,MSi sebagai narasumber pada Sabtu (5/2/2022) di desa Buahan, kecamatan Payangan, kabupaten Gianyar, Bali.

Acara yang dihadiri tokoh adat, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat ini juga menghadirkan Anggota DPRD Kabupaten Gianyar  I Nyoman Kandel SH sebagai narasumber. Sebagai narasumber, Nyoman Kandel lebih banyak menyoroti Sumber Hukum Tata Negara Berdasarkan Sumber Formil dan Materil.

Nyoman Kandel menjelaskan sumber hukum formil itu adalah sumber hukum yang menentukan bentuk dan sebabterjadinya suatu peraturan dan kaidah hukum sedangkan sumber hukum materil adalah sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap orang.

Disampaikan pula untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik harus memenuhi landasan konstitusional, baik landasan formil konstitusional maupun landasan materiil konstitusional.

“Landasan formal konstitusional dimaksudkan untuk memberikan legitimasi prosedural terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan, sedangkan landasan materiil konstitusional dimaksudkan untuk memberikan tanda bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk merupakan penjabaran dari pasal-pasal UUD NRI  Tahun 1945 yang juga dicantumkan dalam dasar hukum ‘mengingat’ suatu peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk,” sebut Nyoman Kandel. (GR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *