Ada 96 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia, Bangkrut !
RedaksiBali.com – PT BPR Indotama UKM Sulawesi menjadi bank perekonomian rakyat (BPR) ketiga yang ditutup pada tahun ini. Meskipun jumlah BPR yang gulung tikar masih di bawah rata-rata yang disebutkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yaitu 6-7 bank, tetapi hal ini tetap menjadi perhatian. Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, sebelumnya telah menyoroti kurangnya tata kelola bisnis bank sebagai salah satu penyebab utama kegagalan BPR.
Penutupan Ada 96 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia, Bangkrut Indotama UKM Sulawesi disebabkan oleh pemilik yang tidak lagi tertarik untuk menjalankan bisnis bank, tidak memiliki simpanan ataupun menyalurkan kredit. Sementara BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI) ditutup karena adanya tindakan penipuan dalam manajemen bank, dan BPR Bagong Inti Marga (BPR BIM) ditutup karena masalah arus keuangan yang tidak sehat.
baca juga :
Moch Amin Nurdin, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), mengatakan bahwa tata kelola yang buruk adalah akar masalah dari kegagalan BPR secara umum. Selain itu, pemegang saham pengendali sering terlibat dalam kegiatan operasional BPR. Untuk mengatasi masalah ini, UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberikan kesempatan bagi BPR untuk beroperasi seperti bank umum. Dengan adanya regulasi yang ketat, diharapkan tata kelola BPR secara umum dapat diperbaiki.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga menyampaikan bahwa jumlah BPR diperkirakan akan berkurang hingga lebih dari 400 entitas dalam 5 tahun ke depan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Moch Amin Nurdin bahwa akan terjadi seleksi alam bagi BPR. Menurutnya, lebih baik memiliki sedikit jumlah BPR yang sehat daripada banyak BPR dengan tata kelola yang buruk.
Untuk meningkatkan tata kelola BPR, digitalisasi, peningkatan infrastruktur, dan teknologi informasi harus didorong. Meskipun proses ini berat, tetapi akan memastikan bahwa hanya BPR yang kuat dan sehat yang dapat bertahan. BPR kecil mungkin harus melakukan merger dan akuisisi sebagai bagian dari proses seleksi alam. BPR yang sehat dan memiliki pengalaman dalam memberikan kredit mikro memiliki peluang besar untuk berhasil.
Sebagai contoh, pada awal tahun ini terjadi merger 10 BPR di Indonesia Timur yang dipimpin oleh PT Modern Multiartha (MMA). Setelah merger, MMA menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan sebesar 91,4%. Jumlah BPR terus mengalami penurunan. Menurut data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, jumlah BPR telah berkurang dari 1.506 pada tahun 2020 menjadi 1.412 pada Agustus 2023.
Secara keseluruhan, masa depan BPR di Indonesia tergantung pada kemampuan mereka untuk memperbaiki tata kelola dan beradaptasi dengan perubahan teknologi. Dengan adanya regulasi yang lebih ketat dan dorongan untuk digitalisasi, diharapkan BPR dapat bertahan dan terus mendukung perekonomian rakyat.
video terkait :