Internasional

Keuntungan Ekonomi Israel di Balik Konflik Gaza

RedaksiBali.com – Konflik di Gaza tidak hanya membawa dampak politik dan kemanusiaan, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi yang signifikan bagi Israel. Pemerintah Israel mengakui bahwa meskipun konflik tersebut merugikan secara langsung, ada juga manfaat ekonomi yang bisa mereka peroleh.

Menurut Menteri Perekonomian Israel, Nir Barkat, perang Gaza dapat menjadi peluang bagi Israel untuk meningkatkan penjualan teknologi militer mereka. Pasca-konflik, Israel dapat memimpin inisiatif-inisiatif baru terkait perang generasi mendatang, dengan menawarkan solusi dan wawasan keamanan yang telah mereka pelajari dari pengalaman konflik tersebut. Namun demikian, Barkat menekankan bahwa konflik tersebut tidak memengaruhi hubungan perdagangan Israel dengan negara-negara Arab. Dia menyatakan bahwa hubungan perdagangan Israel dengan negara-negara Arab tetap stabil, dengan para pemimpin memahami tujuan bersama untuk berkolaborasi secara damai.

Tentang dampak ekonomi yang dialami Israel akibat konflik Gaza, Barkat menyebut bahwa negara ini mungkin menambah utang negara sekitar 150 hingga 200 miliar shekel. Meskipun demikian, Israel diyakini dapat menanggulangi beban utang tersebut dalam jangka menengah dan panjang. Pada bulan Januari, kabinet Israel telah menyetujui tambahan dana untuk menutupi biaya perang sebesar 55 miliar shekel. Namun, mobilisasi pasukan cadangan dan pengungsian masyarakat di perbatasan dengan Gaza dan Lebanon telah mengganggu perekonomian Israel.

baca juga ….

Mengapa Kerusuhan di Amsterdam Lebih Tepat Disebut Gerakan Anti-Zionisme daripada Anti-Semitisme?

Hizbullah Serang Pangkalan Militer Israel: Iron Dome Jebol, 4 Tentara Tewas

Ketegangan Memuncak di Timur Tengah: Iran Siapkan 10 Skenario Serangan Balasan Terhadap Israel

Indonesia Kutuk Keras Pembantaian Israel di Kamp Pengungsi Al-Mawasi Gaza

Konflik antara Israel dan Hamas di Gaza telah menimbulkan korban jiwa yang besar. Menurut laporan, serangan tersebut telah mengakibatkan kematian ribuan orang, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil, termasuk banyak perempuan dan anak-anak. Menghadapi konflik ini, negara-negara Arab yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, seperti Uni Emirat Arab, terpaksa menyeimbangkan diplomasi dengan opini publik yang pro-Palestina. Meskipun telah menormalisasi hubungan, negara-negara tersebut tetap harus mempertimbangkan dukungan terhadap Palestina dalam kebijakan luar negeri mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *