Berita EkonomiEkonomiTambang Nikel

Uni Eropa Lobi Indonesia Terkait Ekspor Produk Turunan Nikel: Kisah Dibalik Sengketa di WTO

RedaksiBali.comKementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Indonesia mengungkapkan bahwa Uni Eropa (UE) saat ini tengah melobi Indonesia untuk tidak melarang ekspor produk turunan nikel. Hal ini menarik mengingat sebelumnya, Uni Eropa sempat menggugat Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait pelarangan ekspor bijih nikel.

Latar Belakang Sengketa di WTO
Kasus ini bermula ketika Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri dengan mengolah bijih nikel menjadi produk turunan seperti stainless steel. Uni Eropa menggugat kebijakan ini ke WTO, menganggapnya sebagai tindakan yang melanggar aturan perdagangan internasional.

Pada tahun lalu, Indonesia mengalami kekalahan dalam gugatan awal Uni Eropa di WTO. Namun, pemerintah Indonesia saat ini sedang mengajukan banding atas putusan tersebut.

Baca juga ….

Tax Amnesty Berulang: Krisis Kepercayaan Warga RI terhadap Kebijakan Pajak

Taman Okobu Tokyo Jadi Ibu Kota Seks Asia, Cerminan Krisis Ekonomi Jepang

Fenomena Ajakan “Frugal Living” untuk Memprotes Kenaikan PPN 12 Persen: Dampak dan Implikasinya

Mengurai Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang Menyengsarakan: Analisis Profesor Unpad

Negosiasi dan Lobi Uni Eropa
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa Uni Eropa telah bersedia untuk bernegosiasi terkait gugatan di WTO. Uni Eropa meminta agar Indonesia tidak melarang ekspor produk turunan nikel seperti prekusor katoda dan hanya melarang ekspor bijih nikel.

"Kita memang tidak larang. Tapi saya bilang, kami juga punya hak survive, tidak bisa kalian dikte kami. Jadi kita sekarang nikel ore jadi stainless steel pertambahan tinggi sekali," ungkap Luhut dalam Rapat Kerja bersama Banggar DPR RI, Kamis (6/6/2024).

Luhut menegaskan bahwa Uni Eropa sudah mulai menyadari pentingnya sumber daya alam Indonesia, terutama nikel. "Mereka sudah mulai mengakui bahwa kita punya hak untuk itu. Tapi mereka minta turunannya jangan dilarang ekspor dong. Ya memang kita gak mau larang," lanjut Luhut.

Hambatan di WTO
Meskipun Indonesia telah mengajukan banding, proses tersebut terhambat karena pembentukan panel banding belum terbentuk. Blokade pemilihan Badan Banding oleh Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu penyebab utama. AS menuntut adanya reformasi besar-besaran di WTO sebelum menyetujui pembentukan Badan Banding.

"Sampai saat ini negosiasi pembentukan Appellate Body (AB) masih belum sepakat karena Amerika Serikat (AS) masih menolak. Seperti diketahui AS menolak karena menuntut dilakukannya total reformasi di WTO. Selama itu belum terjadi mereka akan tetap menolak dibentuknya Appellate Body," kata Staf Khusus Mendag Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/4/2024).

Bara menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam antrean kasus ke-21 untuk diproses di Badan Banding WTO. "Belum ada kepastian kapan AB akan terbentuk. Bisa tahun ini, bisa tahun depan. Dan kalau sudah terbentuk, kasus kita di antrean ke-21," ujarnya.

Lobi Uni Eropa untuk mencegah pelarangan ekspor produk turunan nikel oleh Indonesia menunjukkan dinamika kompleks dalam perdagangan internasional dan diplomasi ekonomi. Meskipun terdapat ketegangan dan sengketa di WTO, kedua belah pihak tampaknya mencari jalan tengah melalui negosiasi dan lobi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *