Budaya

Krisis Populasi Korea Selatan: Akankah Negara Ini Menjadi Yang Pertama ‘Hilang’ dari Peta Dunia?

Korea Selatan di Ambang Kehilangan Populasi: Apa yang Menyebabkan Krisis Kesuburan Ini?

RedaksiBali.com – Korea Selatan, yang selama ini dikenal sebagai salah satu negara paling maju di dunia, kini menghadapi ancaman serius. Krisis populasi yang terus memburuk membuat negara ini diprediksi menjadi yang pertama “hilang” dari peta dunia akibat menyusutnya jumlah penduduk. Para ahli memperingatkan bahwa jika tren ini tidak segera diatasi, Korea Selatan bisa kehilangan hingga 70% populasinya pada akhir abad ini.


Akar Masalah Krisis Populasi

Masalah ini bukan muncul tiba-tiba, melainkan hasil dari kebijakan yang diberlakukan beberapa dekade lalu. Pada tahun 1960-an, ketika Korea Selatan masih berjuang meningkatkan ekonomi dengan pendapatan per kapita hanya 20% dari rata-rata global, pemerintah mengambil langkah drastis untuk mengendalikan pertumbuhan populasi yang dianggap berlebihan.

Saat itu, tingkat kesuburan rata-rata mencapai 6 anak per wanita. Melalui berbagai program keluarga berencana, angka ini berhasil ditekan hingga 2,4 pada 1982. Namun, penurunan ini terus berlanjut hingga melampaui batas yang sehat. Pada 1983, tingkat kesuburan turun di bawah angka penggantian populasi (2,1 anak per wanita) dan terus merosot hingga sekarang.

Pada tahun 2024, tingkat kesuburan Korea Selatan berada di titik terendah dunia, yaitu hanya 0,81 anak per wanita. Dengan angka ini, populasi Korea Selatan yang saat ini sekitar 52 juta jiwa diprediksi akan anjlok menjadi hanya 17 juta pada akhir abad ini.

baca juga:

Komunitas Mahima Perkenalkan Singaraja Sebagai Kota Kelahiran Puisi Indonesia Pertama di Bali

Perusahaan Besar RI Dikuasai Asing, Benarkah Kita Hanya Jadi Penonton di Negeri Sendiri?

Pemerintah Kepung Rokok Ilegal! Purbaya Luncurkan Kawasan APHT, Produsen ‘Nakal’ Wajib Bayar Cukai!

Deposito Dolar Naik ke 4%, Bank Himbara Cari Dolar atau Cari Masalah?


Faktor Penyebab Penurunan Populasi

1. Tekanan Sosial-Ekonomi

Banyak perempuan di Korea Selatan memilih untuk fokus pada karier dibandingkan memulai keluarga. Survei pemerintah pada tahun 2023 menunjukkan bahwa "perjuangan menjadi orang tua" menjadi hambatan utama bagi perempuan yang ingin berkembang di dunia kerja.

2. Ketidakseimbangan Gender dalam Rumah Tangga

Data menunjukkan bahwa 92% perempuan di Korea Selatan masih memikul beban pekerjaan rumah tangga, dibandingkan hanya 61% laki-laki. Ketidakadilan ini membuat banyak perempuan merasa enggan menikah dan memiliki anak.

3. Perubahan Pandangan Sosial

Pola pikir tentang pernikahan dan keluarga mulai berubah. Penerimaan terhadap orang tua yang tidak menikah meningkat dari 22% menjadi 35% dalam satu dekade terakhir. Namun, hanya 2,5% anak di Korea Selatan yang lahir di luar pernikahan.

4. Beban Ekonomi

Biaya hidup tinggi, terutama untuk pendidikan dan perumahan, membuat banyak keluarga ragu untuk memiliki anak. Hal ini diperparah oleh kurangnya dukungan kebijakan pemerintah terhadap orang tua bekerja.


Dampak Krisis Populasi

Populasi yang menyusut akan berdampak besar pada ekonomi Korea Selatan. Penurunan jumlah penduduk usia produktif dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan beban sistem pensiun. Selain itu, stabilitas sosial juga terancam karena struktur masyarakat yang semakin menua.


Upaya Pemerintah Mengatasi Krisis

Pemerintah Korea Selatan telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan angka kelahiran, seperti:

  • Subsidi kelahiran dan perawatan anak.
  • Insentif pajak bagi keluarga dengan anak.
  • Kampanye kesetaraan gender di tempat kerja dan rumah tangga.

Namun, upaya ini belum memberikan hasil yang signifikan. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk meningkatkan keseimbangan kerja dan kehidupan, serta mengatasi ketegangan budaya terkait peran gender.


Krisis populasi di Korea Selatan adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi lintas sektor. Jika tidak segera ditangani, negara ini berisiko kehilangan sebagian besar penduduknya, yang akan berdampak luas pada ekonomi, budaya, dan stabilitas sosial. Masa depan Korea Selatan bergantung pada kemampuannya untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan masyarakat yang inklusif dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *