Berita PolitikPolitikPolitik dan Pemerintahanpolitik Indonesia

NasDem dan PKB Dukung Wacana Prabowo: Kepala Daerah Dipilih DPRD, Efisien atau Kontroversial?”

Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD: Solusi atau Masalah Baru?

RedaksiBali.com – Usulan Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali memantik perdebatan. Dalam pidatonya pada perayaan HUT ke-60 Partai Golkar, Prabowo menilai sistem ini lebih efisien dan dapat mengurangi biaya besar yang selama ini dikeluarkan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung.

Sejumlah tokoh politik dan partai menyambut positif gagasan tersebut, meski tak sedikit pula yang mengkhawatirkan dampaknya terhadap demokrasi dan transparansi politik di Indonesia.

PKB: Pemilihan oleh DPRD Hemat Anggaran

Ketua Harian DPP PKB, Ais Syafiah Asfar, menegaskan bahwa PKB sejak lama mendorong agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Menurutnya, sistem ini sejalan dengan fungsi gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, bukan pemimpin dengan otonomi penuh seperti bupati atau wali kota.

“Dari dulu PKB mendukung pemilihan gubernur ditunjuk oleh DPRD. Anggaran pilkada yang besar bisa dialihkan ke pembangunan daerah atau program yang lebih bermanfaat bagi rakyat,” kata Ais (13/12).

Namun, Ais mengingatkan bahwa sistem ini tidak sepenuhnya bebas risiko. Ia menyebutkan bahwa meskipun dapat mengurangi politik uang di tingkat pemilih, potensi korupsi justru bisa meningkat di kalangan elite DPRD.

baca juga:

Kekayaan Hasto Kristiyanto, Kasus Harun Masiku, dan Polemik LHKPN: Fakta Terbaru yang Menggemparkan

PDIP Siaga 1! Kisruh Internal Menjelang Kongres PDIP 2025, Baliho Provokatif Bermunculan!

Dipecat PDIP, Akankah Jokowi Membentuk Partai Baru? Respons Politik dan Dukungan Relawan

Pemecatan Jokowi dan Gibran: Strategi PDIP atau Blunder Politik?”

NasDem: Pilgub oleh DPRD, Pilbup Tetap Langsung

Ketua DPP NasDem, Irma Chaniago, juga mendukung ide serupa, terutama untuk pemilihan gubernur. Menurutnya, gubernur hanya berfungsi sebagai koordinator pemerintah pusat dan kepala daerah tingkat kabupaten/kota, sehingga tidak perlu dipilih langsung oleh rakyat.

"Pilgub hanya buang-buang anggaran. Toh, yang bekerja langsung ke masyarakat adalah bupati dan wali kota," ujar Irma.

Meski begitu, Irma menegaskan bahwa pemilihan langsung tetap relevan untuk bupati, wali kota, dan presiden karena mereka memiliki peran langsung dalam melayani masyarakat.

KPU: Diskusi Lama yang Kembali Hangat

Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menanggapi wacana ini dengan sikap netral. Ia menekankan bahwa sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU akan menjalankan aturan sesuai undang-undang.

Afif juga mengingatkan bahwa revisi UU Pemilu dan UU Pilkada yang masuk dalam Prolegnas prioritas 2025 bisa menjadi momentum untuk membahas berbagai aspirasi terkait pemilu, termasuk wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD.

"Dalam setiap diskusi pasti ada tantangan. Perubahan sistem ini memerlukan evaluasi menyeluruh, termasuk potensi dampaknya terhadap partisipasi pemilih," jelasnya.

Efisiensi vs. Transparansi: Dua Sisi Mata Uang

Prabowo membandingkan sistem ini dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, yang efisien dalam memilih kepala daerah melalui DPRD. Menurutnya, anggaran Pilkada yang selama ini mencapai puluhan triliun rupiah dapat dialihkan untuk program prioritas seperti penanganan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur.

Namun, banyak pihak khawatir sistem ini akan membuka peluang lebih besar untuk politik transaksional di tingkat elite, mengurangi transparansi, dan mencederai prinsip demokrasi.

Pilkada Mahal, Tantangan Demokrasi Indonesia

Pilkada langsung telah menjadi simbol demokrasi Indonesia sejak reformasi 1998. Namun, biaya tinggi yang menyertainya menjadi salah satu tantangan terbesar. Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, misalnya, membutuhkan anggaran besar yang memicu perdebatan tentang efisiensi dan efektivitasnya.

Meski demikian, pertanyaan mendasar tetap ada: apakah sistem pemilihan oleh DPRD dapat benar-benar menjadi solusi, atau justru menciptakan masalah baru?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *