Kontroversi Kenaikan PPN 12%: Sorotan Sikap Berubah PDIP dan Respons NasDem
RedaksiBali.com – Kontroversi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terus memanas menjelang implementasinya pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini berakar pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 7 Oktober 2021. Namun, perubahan sikap PDI Perjuangan (PDIP) yang kini menolak kebijakan tersebut menuai kritik dari Partai NasDem dan Gerindra. Artikel ini mengurai kronologi, argumen pro dan kontra, serta respons berbagai pihak terkait kebijakan tersebut.
Kronologi dan Dasar Kebijakan Kenaikan PPN 12%
Latar Belakang UU HPP UU HPP dirancang sebagai langkah reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung konsolidasi fiskal. Disahkan melalui rapat paripurna DPR pada 7 Oktober 2021, aturan ini menetapkan tarif PPN naik secara bertahap dari 10% menjadi 11% pada 2022, dan 12% pada 2025.
Peran PDIP dalam Penyusunan UU HPP Dalam pembahasan UU HPP, PDIP memiliki peran signifikan. Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP saat itu adalah Dolfie Othniel Frederic Palit dari Fraksi PDIP. Keputusan ini juga mendapat persetujuan mayoritas fraksi di DPR, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Komponen Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN Untuk melindungi daya beli masyarakat, pemerintah menetapkan pengecualian PPN 0% untuk barang kebutuhan pokok seperti beras, daging ayam, ikan, gula pasir, dan cabai. Jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, serta layanan lainnya juga bebas PPN.
Perubahan Sikap PDIP: Penolakan terhadap Kenaikan PPN
Pernyataan Rieke Diah Pitaloka Pada rapat paripurna DPR RI, 5 Desember 2024, politikus PDIP Rieke Diah Pitaloka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan rencana kenaikan PPN sebagai “kado tahun baru” bagi rakyat. Ia juga mendorong penerapan sistem monitoring self-assessment untuk memperbaiki tata kelola perpajakan.
Argumen Penolakan PDIP Rieke menilai kenaikan PPN dapat membebani masyarakat. Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada pemberantasan korupsi dan efisiensi pengelolaan pajak daripada menaikkan tarif.
Respons NasDem Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi NasDem, Fauzi Amro, menilai penolakan PDIP inkonsisten. Menurutnya, PDIP telah mengkhianati keputusan bersama pemerintah dan DPR yang mereka sepakati sebelumnya.
baca juga:
Respons Partai Lain: NasDem dan Gerindra
Pandangan NasDem NasDem mendukung pelaksanaan kebijakan PPN 12% sebagai langkah reformasi perpajakan. Namun, mereka meminta pemerintah memperkuat mekanisme pengawasan agar tidak terjadi distorsi pasar. Selain itu, NasDem mendorong pemberian kompensasi kepada masyarakat rentan.
Kritik Gerindra terhadap PDIP Anggota Komisi XI DPR dari Gerindra, Wihadi Wiyanto, menyebut kenaikan PPN adalah keputusan DPR periode 2019-2024 yang diinisiasi PDIP. Ia menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo hanya menjalankan keputusan tersebut. Wihadi juga memuji upaya Prabowo untuk memitigasi dampak kenaikan PPN dengan membatasi penerapannya pada barang-barang mewah.
Komentar Rahayu Saraswati Waketum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati, mengkritik perubahan sikap PDIP sebagai upaya “melempar bola panas” kepada pemerintah Prabowo. Ia menilai sikap ini mencerminkan inkonsistensi politik.
Analisis Kebijakan: Pro dan Kontra Kenaikan PPN
Argumen Pendukung Kenaikan PPN
- Meningkatkan Penerimaan Negara: Tarif PPN yang lebih tinggi dapat memperkuat kas negara untuk membiayai pembangunan.
- Perlindungan Barang Pokok: Pengecualian PPN untuk kebutuhan dasar memastikan kebijakan ini tidak membebani masyarakat kecil.
- Stabilitas Fiskal: Kenaikan tarif dianggap krusial untuk mendukung stabilitas fiskal.
Argumen Penentang Kenaikan PPN
- Beban Ekonomi: Kenaikan PPN berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa, mengurangi daya beli masyarakat.
- Kesenjangan Sosial: Kebijakan ini dianggap dapat memperburuk kesenjangan ekonomi, terutama bagi kelompok menengah ke bawah.
- Inkonsistensi Politik: Perubahan sikap PDIP menimbulkan pertanyaan tentang komitmen dan integritas partai.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Dampak pada Konsumen Kenaikan PPN dikhawatirkan memicu inflasi, meningkatkan harga barang dan jasa, serta menurunkan daya beli masyarakat.
Dampak pada Pelaku Usaha Para pelaku usaha menghadapi tantangan dalam menyesuaikan harga produk dan layanan. Beberapa sektor, seperti UMKM, mungkin lebih rentan terhadap dampak kebijakan ini.
Upaya Pemerintah Pemerintah berkomitmen untuk memitigasi dampak kebijakan ini melalui pemberian subsidi, program bantuan sosial, dan insentif bagi sektor tertentu.
Kenaikan PPN 12% memunculkan perdebatan yang kompleks di antara partai politik dan masyarakat. Kebijakan ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan penerimaan negara, namun pelaksanaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merugikan masyarakat kecil.
Rekomendasi:
- Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan komunikasi terkait manfaat kebijakan ini.
- Program kompensasi untuk masyarakat rentan harus diprioritaskan.
- Partai politik perlu konsisten dalam mendukung kebijakan yang mereka setujui sebelumnya.