China vs AS: Mengapa China Berani Lawan, Indonesia Justru Negosiasi?
RedaksiBali.com – Kebijakan perdagangan internasional selalu menjadi topik yang menarik dan penuh dinamika, terlebih ketika melibatkan negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan China. Salah satu isu terkini yang mencuri perhatian adalah perang tarif antara kedua negara tersebut. AS, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, memberlakukan tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang China. Sebagai balasan, China pun tidak tinggal diam dan memutuskan untuk menanggapi dengan kebijakan tarif yang setara. Meskipun demikian, Indonesia yang juga terkena dampak dari kebijakan tersebut memilih untuk mengambil pendekatan yang berbeda: negosiasi.
Mengapa China berani melawan kebijakan tarif AS, sementara Indonesia memilih jalur diplomasi? Ekonom dan Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali, memberikan pandangan menarik mengenai perbedaan ini. Artikel ini akan menggali lebih dalam tentang alasan di balik strategi yang diambil China dan Indonesia serta apa yang bisa dipelajari dari situasi ini.
China Melawan Tarif Impor AS: Kepercayaan Diri Ekonomi yang Kuat
Menurut Rhenald Kasali, salah satu faktor utama yang memungkinkan China untuk berani melawan kebijakan tarif impor AS adalah keberhasilan negara tersebut dalam membangun ekonomi yang mandiri dan mengurangi ketergantungannya terhadap negara-negara lain, termasuk AS. China telah melakukan “pekerjaan rumah” yang baik sejak masa pemerintahan Trump yang pertama. Sejak saat itu, China menghadapi berbagai serangan perdagangan dari AS, mulai dari tarif tinggi hingga larangan terhadap penggunaan teknologi AS.
China pun tidak tinggal diam. Di bawah pimpinan Presiden Xi Jinping, negara ini telah melakukan serangkaian reformasi dan inovasi untuk meningkatkan daya saing globalnya. Salah satu langkah yang paling signifikan adalah dengan melakukan diversifikasi pasar dan meningkatkan kualitas produk dalam negeri, termasuk di sektor teknologi dan otomotif.
Misalnya, China kini menjadi pemain utama dalam teknologi komunikasi, dengan produk seperti Huawei yang telah menembus pasar global, serta dalam kendaraan listrik melalui merek-merek seperti BYD dan Wuling yang semakin mendominasi pangsa pasar dunia. Bahkan, China berinvestasi di negara-negara berkembang seperti Vietnam yang kini menjadi salah satu penguasa pasar AS. Rhenald Kasali menambahkan, “China melihat Vietnam sebagai peluang untuk memperluas pasar mereka ke negara-negara lain.”
baca juga:
Inovasi dan Teknologi: Pilar Kepercayaan Diri China
China tidak hanya mengandalkan kapasitas produksinya, tetapi juga pada inovasi dan teknologi. Produk-produk seperti kendaraan listrik dan teknologi AI seperti DeepSeek menunjukkan kemampuan China untuk bersaing dalam industri-industri baru yang sangat penting bagi masa depan ekonomi global. China juga telah berhasil menciptakan infrastruktur yang kuat dan memperluas hubungannya dengan berbagai negara di seluruh dunia.
Salah satu keunggulan China adalah kemampuannya untuk menciptakan industri dengan biaya rendah namun tetap menghasilkan produk berkualitas tinggi. Hal ini bisa dilihat dari efisiensi yang diterapkan dalam operasional perusahaan-perusahaan mereka yang mampu menjaga standar kualitas sambil tetap mempertahankan harga yang bersaing.
Indonesia: Diplomasi dalam Perang Tarif
Di sisi lain, Indonesia yang juga terkena dampak tarif impor AS memilih untuk menggunakan pendekatan diplomasi. Pemerintah Indonesia, melalui para menteri ekonominya, melakukan berbagai upaya negosiasi dengan AS untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi Indonesia. Namun, pendekatan ini menunjukkan bahwa Indonesia belum cukup siap untuk menghadapi tantangan besar di pasar global, terutama jika dibandingkan dengan China.
Rhenald Kasali mengungkapkan bahwa Indonesia belum menyelesaikan “pekerjaan rumah” yang sangat penting. Indonesia perlu memperbaiki berbagai aspek internal, seperti pemberantasan korupsi, reformasi hukum, serta penyederhanaan birokrasi yang berbelit-belit. Menurut Kasali, hambatan-hambatan ini sering kali menghambat perkembangan ekonomi Indonesia dan membuatnya sulit untuk bersaing di pasar global.
Pendidikan dan Sumber Daya Manusia: Kunci Keberhasilan China
Rhenald juga menekankan pentingnya peran pendidikan dalam pembangunan ekonomi China. Dengan pendidikan yang berkualitas, baik di tingkat dasar maupun perguruan tinggi, China telah berhasil mencetak tenaga kerja yang terampil dan siap bersaing secara global. Beberapa universitas ternama di China, seperti Tsinghua University dan Peking University, telah masuk dalam jajaran universitas terbaik di dunia.
China tidak hanya mengandalkan teknologi, tetapi juga mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan dapat diandalkan. Ini terlihat dari banyaknya tenaga kerja China yang bekerja di berbagai negara dan membantu memperluas pengaruh China di pasar global.
Apa yang Bisa Dipelajari Indonesia dari China?
China telah membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat, inovasi, serta pengembangan SDM yang baik, negara ini mampu menghadapi kebijakan tarif yang merugikan dan bahkan berbalik melawan kekuatan besar seperti AS. Sebaliknya, Indonesia perlu mempersiapkan "pekerjaan rumah" yang lebih serius agar dapat meningkatkan daya saingnya di pasar global. Ini mencakup reformasi struktural, pemberantasan korupsi, dan perbaikan sektor pendidikan.
Dengan mempersiapkan langkah-langkah strategis, Indonesia bisa lebih berani mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dalam menghadapi tantangan global.