Serba Serbi

Pesan untuk Hari Kusta Sedunia 2021

REDAKSIBALI.COM – Hari Kusta Sedunia atau World Leprosy Day diperingati setiap tahun pada hari Minggu terakhir bulan Januari, sebagai momentum untuk mengingatkan bahwa Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) memerlukan perhatian seluruh masyarakat.

Kusta atau lepra (leprosy) adalah penyakit menular yang menahun yang tak mudah menular. Disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya.

Kusta hanya dapat menular melalui kontak terus menerus dan jangka panjang dengan penderita Kusta tipe basah yang belum diobati. Kurangnya pengetahuan menyebabkan penderita kusta sering kali hidup dengan stigma dan mendapat perlakuan diskriminasi.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013).

Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dr.dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM. MARS mengemukakan bahwa prevalensi kasus baru kusta pada anak cenderung masih tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan per tanggal 13 Januari 2021, kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14 %. Angka ini belum mencapai target pemerintah yaitu dibawah 5%.

Dikutip dari laman Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI), penyakit kusta merupakan salah satu dari delapan penyakit terabaikan atau Neglected Tropical Disease (NTD) yang masih ada di Indonesia. Delapan penyakit itu yakni  Filaria, Kusta, Frambusia, Dengue, Helminthiasis, Schistosomiasis, Rabies dan Taeniasis. Penggunaan air bersih dan sanitasi akan sangat membantu penurunan angka kejadian penyakit NTD.

Duta Besar Kehendak Baik WHO untuk Eliminasi Kusta, Yohei Sasakawa

Memperingati hari Kusta sedunia, Duta Besar Kehendak Baik WHO untuk Eliminasi Kusta Yohei Sasakawa sebagaimana dimuat dilaman who.int  hari Sabtu (30/1/2021) berpesan bahwa penyakit kusta membutuhkan perhatian kita. Masih ada sekitar 200.000 kasus baru yang didiagnosis di seluruh dunia setiap tahun. Jutaan orang hidup dengan beberapa bentuk kecacatan akibat kusta.

Selama setahun terakhir, berita utama didominasi oleh COVID-19. Penyakit lain memang mudah terabaikan, apalagi penyakit seperti kusta yang dianggap banyak orang sebagai penyakit masa lalu.

Baik label ‘kusta’ dan kecacatan yang dapat ditimbulkan jika penyakit kuno ini tidak diobati dapat menyebabkan pengucilan sosial. Orang yang terkena kusta terus menghadapi diskriminasi, diperkuat di beberapa negara oleh undang-undang kuno yang membuat kusta menjadi alasan perceraian, mencegah penderita penyakit untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik atau membatasi aktivitas mereka.

Sebagai Duta Besar Niat Baik WHO untuk Pemberantasan Kusta, Yohei Sasakawa telah melihat sendiri bagaimana kusta telah meminggirkan individu. Wanita dan anak-anak sangat rentan terhadap konsekuensi sosial dan ekonomi dari penyakit tersebut.

Mengatasi kusta melibatkan lebih dari sekedar diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Selain itu juga diperlukan perubahan pola pikir agar penyakit kusta tidak lagi menjadi sumber rasa malu atau prasangka. Kita harus menghilangkan semua hambatan yang menghalangi mereka yang mencari perawatan medis. Kita harus menghilangkan hambatan yang mencegah individu yang terkena dampak dan keluarganya untuk hidup bermartabat dan menikmati semua hak asasi manusia sebagai anggota masyarakat sepenuhnya.

“Saya sering berbicara tentang kusta dalam istilah sepeda motor. Roda depan melambangkan penyembuhan penyakit dan roda belakang melambangkan mengakhiri diskriminasi. Hanya ketika kedua roda berputar pada saat yang sama kita akan membuat kemajuan menuju tujuan kita yaitu dunia bebas kusta,” kata Yohei Sasakawa

Yohei Sasakawa menyatakan Strategi Kusta Global WHO untuk 2021-2030 akan menghasilkan momentum baru. Organisasi orang yang terkena kusta menjadi lebih berpengaruh, dan seruan mereka untuk perubahan semakin kuat. Pelapor Khusus PBB untuk kusta bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa prinsip dan pedoman tentang penghapusan diskriminasi terhadap orang yang terkena kusta dan anggota keluarganya diimplementasikan sepenuhnya.

“Saya yakin suatu hari kita akan mencapai dunia tanpa kusta. Namun dalam perjalanannya, kita perlu mewujudkan masyarakat inklusif di mana setiap orang memiliki akses terhadap pengobatan dan layanan yang berkualitas, dan diagnosis kusta tidak lagi disertai dengan kemungkinan konsekuensi fisik, sosial, ekonomi atau psikologis yang menghancurkan. ,” sambung Yohei Sasakawa

Dibandingkan penyakit lain, kusta mungkin hanya menyerang sebagian kecil orang, tetapi kita semua bertanggung jawab untuk membangun dunia yang inklusif. (GR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *