BeritaEkonomiNasional

Indonesia Antisipasi Krisis Pangan Global

Oleh karena itu, Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk terus menyampaikan perkembangan situasi global saat ini kepada masyarakat, termasuk krisis yang memicu kenaikan harga komoditas pangan dan energi. Pernyataan senada juga dikemukakan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin di Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian, Rabu (25/1/2023). Wapres Ma’ruf meminta, Kementerian Pertanian menggenjot angka produksi beras di dalam negeri agar meningkat dari tahun ke tahun.

Wapres Ma’ruf mengatakan, produksi beras semestinya tidak hanya fokus pada upaya mencapai surplus stok, melainkan juga meningkatkan jumlah beras yang diproduksi. “Saya minta fokus kita agar jangan hanya pada surplusnya, tapi juga pada besaran angkanya. Harapannya, jumlah surplus terus meningkat dari tahun ke tahun, artinya produksi beras juga meningkat dari tahun ke tahun,” ujar Wapres.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras memang selalu surplus setiap tahun. Namun, jumlah surplus beras itu cenderung turun dari tahun ke tahun, dari 4,37 juta ton pada 2018 menjadi 1,74 juta ton pada 2022.

Wapres Ma’ruf pun mengingatkan, sektor pertanian adalah sektor yang kritikal karena harus mampu menyediakan pangan bagi lebih dari 275 juta jiwa di Indonesia. “Ketersediaan pangan dan stabilitas harga pangan menjadi persoalan kritikal yang harus senantiasa dikelola dengan baik, seiring dengan meningkatnya tren pertumbuhan penduduk,” kata Wapres Ma’ruf.

Wapres Ma’ruf juga mengingatkan, Kementerian Pertanian agar mengidentifikasi komoditas pangan yang tepat dalam menghadapi krisis pangan dunia, serta fokus mendorong pengembangannya, termasuk penetapan target produksi dan lokasinya.

Berkaitan dengan kondisi itu, disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, pihaknya berpatokan pada tiga strategi dalam menghadapi krisis pangan global tahun ini. Pertama, peningkatan kapasitas produksi guna menekan inflasi dan mengurangi impor. Kedua, pengembangan substitusi gandum dan daging impor. Ketiga, penaikan ekspor pangan yang diminati pasar.

Strategi itu menyasar 15 komoditas pangan, yakni cabai, bawang merah, kedelai, gula tebu, daging sapi, ubi kayu, sorgum, sagu, gula nontebu, daging kambing/domba, itik/ayam lokal, sarang burung walet, porang, ayam, dan telur.

Menurut Mentan Syahrul, dunia sedang dihadapkan pada potensi krisis pangan global. Selain karena persoalan geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina, hal tersebut juga disebabkan oleh dampak perubahan iklim (climate change) yang mengganggu produksi pangan.

“Ada kemungkinan harga pangan dunia bergejolak karena beberapa faktor, seperti climate change yang mengganggu produksi pangan global. Untuk menyikapi hal ini, kami sudah menyiapkan tiga strategi dengan muara ketersediaan pangan meningkat dan harga stabil, serta ekspor naik. Tidak ada pangan yang mundur, produksi harus makin naik,” ujar Mentan Syahrul.

Menurut Mentan Syahrul, ketiga strategi tersebut. Pertama, peningkatan kapasitas produksi pangan untuk menekan inflasi (cabai, bawang merah) dan mengurangi impor (kedelai, gula, daging sapi).

Kedua, pengembangan pangan substitusi impor gandum (ubi kayu, sorgum, sagu), substitusi impor daging sapi (daging kambing/domba, itik/ayam lokal), dan substitusi impor gula tebu (gula nontebu, seperti stevia, aren, lontar, dan lain-lain).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *