Menggagas Pajak Berkeadilan: Batalkan Kenaikan PPN dan Tax Amnesty, Fokus pada Pajak Kekayaan dan Pajak Karbon
RedaksiBali.com – Menggagas Pajak Berkeadilan, Batalkan Kenaikan PPN dan Tax Amnesty, Fokus pada Pajak Kekayaan dan Pajak Karbon. Sistem perpajakan yang adil adalah fondasi untuk mencapai pemerataan ekonomi dan mengurangi kesenjangan sosial. Namun, kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% serta meluncurkan kembali program Tax Amnesty jilid III mendapat kritik tajam. Kebijakan ini dianggap tidak hanya gagal mencapai tujuan penerimaan pajak, tetapi juga berpotensi menambah beban masyarakat.
Dalam pidatonya di forum G20 pada 18 November 2024, Presiden Prabowo Subianto menyoroti pentingnya distribusi kekayaan yang lebih merata. Hal ini selaras dengan kebutuhan reformasi sistem perpajakan agar lebih berkeadilan, seperti penerapan pajak kekayaan dan pajak karbon.
Mengapa Kenaikan PPN dan Tax Amnesty Tidak Efektif?
1. Kenaikan Tarif PPN Tidak Meningkatkan Penerimaan Secara Signifikan
Kenaikan PPN dari 10% ke 11% pada tahun 2022 tidak memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan pajak. Data menunjukkan peningkatan hanya sebesar Rp 60 triliun dari 2022 ke 2023, jauh lebih rendah dibandingkan kenaikan sebelumnya pada tarif 10%. Fenomena ini terjadi karena daya beli masyarakat menurun, sehingga konsumsi domestik ikut terdampak.
Jika PPN kembali naik menjadi 12%, kemungkinan besar dampaknya justru akan semakin negatif. Daya beli rakyat yang saat ini sudah melemah berpotensi anjlok lebih dalam, mengakibatkan konsumsi dan penerimaan pajak semakin menurun.
2. Tax Amnesty Tidak Meningkatkan Rasio Pajak (Tax Ratio)
Program Tax Amnesty yang telah dilakukan dua kali, yaitu pada 2016 dan 2022, juga dinilai tidak mencapai tujuan utama. Data menunjukkan bahwa rasio pajak justru menurun setelah program ini dijalankan, dari 11% sebelum Tax Amnesty menjadi rata-rata 9,8% setelahnya.
Alih-alih meningkatkan kesadaran wajib pajak, program ini dianggap hanya memberi pengampunan kepada para pengemplang pajak, sehingga tidak memberikan efek jera atau kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara.
baca juga :
Pajak Kekayaan dan Pajak Karbon: Solusi Berkeadilan
Untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil, fokus seharusnya dialihkan pada penerapan pajak kekayaan dan pajak karbon. Kedua jenis pajak ini tidak hanya adil, tetapi juga memiliki potensi besar untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat berpenghasilan rendah.
1. Pajak Kekayaan
Pajak kekayaan (wealth tax) adalah pajak yang dikenakan pada orang-orang superkaya. Data menunjukkan bahwa total kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia mencapai Rp 4.078 triliun. Dengan penerapan pajak kekayaan sebesar 2%, pemerintah dapat memperoleh tambahan penerimaan hingga Rp 81 triliun setiap tahun.
2. Pajak Karbon
Sebagai salah satu negara dengan tingkat emisi karbon tinggi, Indonesia dapat menerapkan pajak karbon sebesar Rp 100 per kilogram emisi CO2. Dengan total emisi karbon tahunan mencapai 729 juta ton, potensi penerimaan pajak karbon mencapai Rp 71 triliun per tahun.
Jika kedua pajak ini diterapkan, pemerintah dapat memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 152 triliun per tahun. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan potensi penerimaan dari kenaikan PPN atau Tax Amnesty.
Manfaat Pajak Kekayaan dan Pajak Karbon
- Mengurangi Ketimpangan Ekonomi: Pajak kekayaan akan mendorong distribusi kekayaan yang lebih merata.
- Meningkatkan Kesadaran Lingkungan: Pajak karbon dapat memotivasi perusahaan untuk mengurangi emisi karbon, mendukung agenda keberlanjutan.
- Tidak Membebani Rakyat Kecil: Berbeda dengan PPN, pajak ini tidak langsung memengaruhi daya beli masyarakat.
Kenaikan tarif PPN dan program Tax Amnesty jilid III harus segera dievaluasi karena terbukti tidak efektif dan cenderung merugikan masyarakat luas. Sebagai gantinya, pemerintah perlu mulai menerapkan pajak kekayaan dan pajak karbon demi terciptanya sistem perpajakan yang berkeadilan. Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga mendukung pemerataan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.