DaerahEkonomi BaliPariwisataWisata

Menyelamatkan Bali dari Kiamat Plastik: Optimalisasi Pajak Turis untuk Solusi Sampah di 2025

RedaksiBali.com – Bali yang dikenal sebagai Pulau Dewata dengan pesona alam dan budayanya, kini menghadapi ancaman serius terkait pengelolaan sampah dan Kiamat Plastik. Meskipun Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov) mencatat penerimaan hingga Rp 287 miliar dari pungutan wisatawan asing sejak Februari 2024, persoalan sampah di Bali tetap menjadi isu utama yang menimbulkan keprihatinan luas.

Pungutan Wisatawan Asing (PWA) diberlakukan dengan nominal USD 10 atau sekitar Rp 150 ribu per turis asing. Hingga September 2024, angka ini baru mencakup 40% dari total wisatawan mancanegara, sekitar 4,7 juta orang, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan potensi penerimaan yang lebih besar, dana ini sebenarnya dapat menjadi solusi untuk memperbaiki pengelolaan sampah di Bali.

Sampah dan Ancaman Bagi Pariwisata Bali

Dalam laporan Fodor’s Travel, Bali disebut sebagai salah satu destinasi yang tidak layak dikunjungi pada 2025, salah satunya karena masalah lingkungan, termasuk tumpukan sampah plastik yang merusak estetika dan ekosistem pulau tersebut. Bahkan, julukan “kiamat plastik” telah melekat pada kondisi saat ini.

Rahmi Fajar Harini, Co-Founder Eco Tourism Bali, menyatakan bahwa persoalan sampah tidak dapat lagi diabaikan. Menurutnya, pemerintah harus segera menjadikan pengelolaan sampah sebagai prioritas utama.

“Wisatawan bertambah, populasi meningkat, tetapi solusi pengelolaan sampah belum memadai. Ini masalah besar yang harus ditangani dengan serius,” ujarnya.

baca juga:

Dua Turis Tewas Tertimpa Pohon di Monkey Forest Ubud: Cuaca Buruk dan Risiko di Bali

Pemkab Badung, Buleleng dan Jembrana Raih Praja Anindita Mahottama

Kenapa Bali Masuk Daftar Destinasi yang Tidak Disarankan untuk Dikunjungi pada 2025?

Tax Amnesty Berulang: Krisis Kepercayaan Warga RI terhadap Kebijakan Pajak

Dana yang Ada, Namun Solusi Masih Kurang Maksimal

Rahmi menyoroti bahwa Pemprov Bali sebenarnya memiliki dana yang cukup, termasuk alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan pungutan turis asing yang mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Namun, pengelolaan yang optimal memerlukan political will dan kebijakan yang tepat sasaran.

"Pemerintah perlu membangun infrastruktur pengangkut sampah yang sesuai dengan kondisi jalanan sempit di Bali, memberikan insentif bagi pihak yang berkontribusi dalam pengelolaan sampah, serta mengedukasi masyarakat untuk lebih sadar lingkungan," jelas Rahmi.

Langkah Konkret untuk Menangani Sampah di Bali

Rahmi memaparkan sejumlah langkah strategis yang bisa diambil:

  1. Infrastruktur Modern: Pemerintah harus menyediakan fasilitas pengangkutan sampah yang lebih efisien dan mendukung pengelolaan sampah di daerah padat penduduk.
  2. Pengurangan Plastik Sekali Pakai: Kebijakan seperti Pergub tentang plastik sekali pakai perlu dihidupkan kembali, dengan tambahan pengawasan ketat dan edukasi kepada masyarakat.
  3. Edukasi Berkelanjutan: Program pendidikan harus ditujukan kepada masyarakat, pemerintah, dan wisatawan untuk menciptakan kesadaran bersama tentang pentingnya pengelolaan sampah.
  4. Peran Hotel dan Restoran: Sektor pariwisata harus diwajibkan untuk memilah sampah, mengolah limbah organik menjadi kompos, dan mendaur ulang limbah anorganik.
  5. Insentif untuk Komunitas: Pemerintah dapat memberikan insentif kepada komunitas yang aktif mengelola sampah, seperti kelompok pemulung atau komunitas daur ulang.

Edukasi dan Perubahan Kebiasaan Masyarakat

Rahmi menyoroti pentingnya perubahan kebiasaan masyarakat Bali, terutama dalam penggunaan kemasan plastik untuk persembahan keagamaan dan kebutuhan sehari-hari. Tradisi lama menggunakan kemasan organik yang ramah lingkungan perlu dihidupkan kembali.

"Kesadaran bahwa setiap individu adalah bagian dari solusi harus terus digaungkan. Edukasi juga harus mencakup para pengusaha pariwisata, karena hotel, restoran, dan kafe memiliki kontribusi besar terhadap limbah plastik," tegas Rahmi.

Kesimpulan: Solusi Berbasis Kolaborasi

Masalah sampah di Bali membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Dengan optimalisasi dana pungutan wisatawan asing dan kebijakan yang tepat, Bali masih memiliki peluang untuk mengembalikan citranya sebagai destinasi wisata yang bersih, hijau, dan layak dikunjungi. Jika tidak segera ditangani, ancaman "kiamat plastik" bisa menjadi kenyataan yang merusak daya tarik pariwisata Bali di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *