OpiniSerba Serbi

Ini Penyebabnya Mengapa Ada ASN Tidak Netral dalam Pilkada

REDAKSIBALI.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan 270 kabupaten/kota menggelar Pilkada serentak pada 2020. Adapun 270 daerah tersebut meliputi 9 pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati dan 37 pemilihan walikota.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat memicu pemanfaatan birokrasi untuk kepentingan politik dalam Pilkada. Di berbagai daerah, calon kepala daerah petahana hampir selalu memobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk memenangkan dirinya. Seharusnya birokrasi dibebaskan dari pengaruh dan keterjalinan ikatan politik dengan kekuatan-kekuatan politik, sehingga pelayanan kepada masyarakat yang diberikan oleh birokrasi netral tidak memihak dan obyektif. Birokrasi yang memihak atau tidak netral dapat melahirkan korupsi politik yang justru mengubah proses pilkada diwarnai tindakan-tindakan tidak terpuji.2

Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno dari Fakultas Syariah IAIN Surakarta terkait Prinsip Netralitas Aparatur Sipil Negara dalam Pemilihan Kepala Daerah menemukan bahwa di Surakarta, Sragen, dan Bantul, beberapa PNS tidak netral.

Sutrisno menyebutkan faktor penyebab ketidaknetralan ASN ini antara lain, loyalitas ASN, hubungan kekeluargaan, ambisi karir jabatan, ambiguitas peraturan, lemahnya penegakan hukum, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam berbudaya hukum.

Pewujudan netralitas ASN dalam Pilkada dapat dilakukan dengan melibatkan secara optimal peranan beberapa institusi terkait, antara lain Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Pimpinan Birokrasi, Inspektorat Daerah, dan Badan Kepegawaian Daerah, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu.

Untuk menjaga netralitas ASN, Sutrisno   mengajukan saran agar sebaiknya yang memiliki kewenangan untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN bukan lagi pejabat politik yaitu Bupati/Walikota, namun pejabat karir tertinggi di daerah yaitu Sekretaris Daerah dengan pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat).
Menurut Sutrisno hal ini dimaksudkan agar pejabat politik tidak lagi melakukan intervensi terhadap kebijakan kepegawaian. Selain itu, lembaga yang melaporkan pelanggaran seharusnya adalah unsur pengawas pemilu atau unsur pengawas di kantor/lembaga/dinas/kabupaten/kota atau instansi masing-masing. Lembaga yang menentukan dan menetapkan jenis pelanggaran adalah BKD, Inspektorat dan BKN. Sedangkan yang memberikan sanksi kepada ASN berdasarkan rekomendasi adalah Bupati/Walikota atau Pejabat Bupati/Pejabat Walikota.
(GR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *