Prabowo Sindir Vonis Ringan untuk Koruptor: Dorong Hukuman 50 Tahun untuk Kasus Besar
RedaksiBali.com – Presiden Prabowo Subianto kembali menyuarakan keprihatinannya terhadap Vonis Ringan untuk Koruptor yang dijatuhkan kepada koruptor yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Dalam pidatonya di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Jakarta, Prabowo mengkritik hakim yang memberikan hukuman ringan kepada terdakwa kasus korupsi besar. Kritik ini menyoroti vonis terhadap Harvey Moeis, terdakwa yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, namun hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara.
Vonis Ringan yang Membuat Publik Geram.
Prabowo mengungkapkan bahwa masyarakat luas, terutama rakyat kecil, memahami ketidakadilan vonis yang dinilai terlalu ringan untuk kasus sebesar itu. Ia juga menyinggung kemungkinan kenyamanan yang dinikmati narapidana di dalam penjara, seperti fasilitas AC, kulkas, dan televisi. Menurutnya, hal ini semakin memperburuk citra penegakan hukum di Indonesia.
“Rakyat di pinggir jalan pun mengerti. Rampok triliunan, eh ratusan triliun, vonisnya hanya sekian tahun. Jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pake TV,” ujar Prabowo.
Ajakan untuk Naik Banding dan Hukuman Berat.
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo secara tegas meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan banding atas vonis Harvey Moeis. Ia mengusulkan agar Vonis Ringan untuk Koruptor kasus sebesar ini mencapai 50 tahun penjara.
“Tolong Menteri Pemasyarakatan, Jaksa Agung, naik banding nggak? Naik banding ya. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” tegasnya.
Prabowo menekankan bahwa kerugian negara yang mencapai ratusan triliun harus ditindak dengan hukuman yang setimpal. Hal ini, menurutnya, penting untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.
baca juga:
Konteks Kasus Harvey Moeis.
Kasus Harvey Moeis berkaitan dengan penyalahgunaan izin usaha pengelolaan area PT Timah (Persero) Tbk. yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun. Harvey dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan kurungan enam bulan. Putusan ini menimbulkan kekecewaan publik, yang merasa hukuman tersebut tidak setimpal dengan besarnya kerugian negara.
Kritik Terhadap Sistem Peradilan.
Ucapan Prabowo mencerminkan keprihatinan terhadap lemahnya sistem peradilan dalam memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Ia menyebut bahwa hakim perlu lebih tegas dalam menjatuhkan vonis, terutama untuk kasus besar yang berdampak luas pada perekonomian negara.
“Saya mohon, kalau sudah jelas melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur, terutama hakim-hakim, jangan terlalu ringan lah vonisnya,” tambah Prabowo.
Dukungan untuk Penegakan Hukum yang Lebih Baik.
Pernyataan Prabowo mendapat perhatian luas dari masyarakat dan praktisi hukum. Banyak yang mendukung usulan hukuman berat sebagai langkah untuk menekan angka korupsi di Indonesia. Selain itu, dorongan Prabowo agar jaksa agung naik banding juga dianggap sebagai langkah strategis untuk memperjuangkan keadilan.
Namun, beberapa pihak menilai bahwa perubahan sistemik dalam dunia peradilan juga diperlukan. Reformasi di lembaga kehakiman, pengawasan yang ketat terhadap fasilitas di penjara, serta penguatan undang-undang antikorupsi menjadi poin yang perlu ditekankan.
Optimisme Menuju Indonesia Bebas Korupsi.
Prabowo menutup pidatonya dengan harapan agar penegakan hukum di Indonesia dapat berjalan lebih baik. Ia yakin bahwa dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat bebas dari praktik korupsi yang merugikan rakyat dan negara.