HukumKriminal

Pemerasan Rp20 Miliar, AKBP Bintoro Dipecat Tidak Hormat dan Menangis di Sidang Kode Etik

AKBP Bintoro Menangis Usai Dipecat Jadi Polisi: Kisah Pilu di Balik Dugaan Pemerasan yang Mengguncang Polri

RedaksiBali.com – Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, resmi diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) dari Polri setelah sidang kode etik profesi Polri (KKEP) yang digelar di Polda Metro Jaya pada Jumat (7/2). Sidang ini memutuskan pemecatan Bintoro buntut dugaan pemerasan terhadap tersangka pembunuhan. Usai dibacakan putusan sidang, Bintoro disebut menangis dan mengungkapkan penyesalannya.

Tangisan dan Penyesalan AKBP Bintoro

Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, yang ikut memantau sidang, mengungkapkan bahwa Bintoro terlihat sangat emosional setelah mendengar putusan sidang. “Menyesal dan menangis,” kata Anam saat dihubungi oleh media. Dalam putusan itu, selain dipecat dari Polri, Bintoro juga diminta meminta maaf kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan atas perbuatannya. Namun, Bintoro mengajukan banding atas putusan tersebut.

Awal Mula Kasus Pemerasan

Kasus dugaan pemerasan ini bermula dari laporan perdata yang dilayangkan oleh pihak korban pemerasan terhadap Bintoro pada 6 Januari 2025. Gugatan itu teregister di PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 30/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL, tertanggal 7 Januari 2025. Dalam laporan itu, korban menuntut pengembalian uang Rp5 miliar dan aset yang disita secara tidak sah terkait kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto.

baca juga:

Waduh! Hukuman Harvey Moeis Diperberat Jadi 20 Tahun Penjara, Begini Prosesnya!

Tok! Jiwasraya Resmi Dibubarkan Tahun Ini: Bagaimana Nasib Pemegang Polis dan Pensiunan?

Viral di Media Sosial! Oknum Ojek Paksa Bus Pariwisata Bayar Rp 100.000, Ini Penjelasan Pihak Kepolisian

PT Timah Pecat Dwi Citra Weni yang Hina Honorer Pengguna BPJS Kesehatan

Kasus Pembunuhan yang Melibatkan Bintoro

Pada April 2024 lalu, Polres Jakarta Selatan menangkap Arif dan Bayu yang diduga lalai hingga membuat seorang pekerja seks komersial anak tewas. Selain melakukan kekerasan seksual melalui prostitusi daring, keduanya juga mencekoki korban dengan narkoba. Dua tersangka ini terancam hukuman 20 tahun penjara. Kasus ini kemudian ditangani oleh Bintoro yang menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

Dugaan Pemerasan Senilai Rp20 Miliar

Saat menangani kasus ini, Bintoro diduga meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp20 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan menjanjikan akan menghentikan penyidikan. Bintoro membantah keras tudingan tersebut dan mengklaim bahwa Arif dan Bayu menyebarkan informasi bohong tentang dirinya. Ia menegaskan bahwa kasus ini telah dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan dua tersangka dan barang bukti yang siap disidangkan. Ia juga menampik anggapan bahwa pihaknya menghentikan proses hukum kasus tersebut.

Sanksi bagi Polisi Lain

Dalam kasus ini, selain Bintoro, ada dua polisi lain yang disanksi PTDH. Keduanya yakni mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria dan mantan Kanit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Mariana. Sementara dua polisi lainnya disanksi lebih ringan. Keduanya yakni mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan mantan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas, yang dikenakan sanksi demosi selama 8 tahun, serta penempatan khusus selama 20 hari. Mereka semua berencana akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Dampak Kasus ini terhadap Polri

Kasus ini tentu saja mencoreng nama baik Polri sebagai institusi penegak hukum. Masyarakat semakin skeptis terhadap integritas aparat penegak hukum, terutama polisi yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Kasus ini juga menjadi pelajaran berharga bagi Polri untuk lebih ketat dalam mengawasi perilaku anggotanya.

Upaya Banding yang Diajukan

Bintoro dan rekan-rekannya yang terkena sanksi berencana mengajukan banding atas keputusan tersebut. Mereka berharap ada keadilan dalam proses banding ini. Namun, masyarakat menunggu dengan cermat bagaimana proses hukum ini akan berjalan, apakah akan ada keadilan bagi korban dan apakah Polri bisa membersihkan nama baiknya dari skandal ini.

Kasus AKBP Bintoro ini menjadi bukti bahwa tidak ada yang kebal dari hukum, termasuk aparat penegak hukum sendiri. Tangisan dan penyesalan Bintoro mungkin menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa integritas dan kejujuran adalah hal yang paling penting dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum. Masyarakat berharap kasus ini bisa menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan reformasi internal dan meningkatkan kualitas pengawasan terhadap anggotanya.

Dengan demikian, artikel ini diharapkan bisa memberikan gambaran yang lengkap dan mendetail tentang kasus AKBP Bintoro, serta menjadi bahan bacaan yang informatif dan menarik bagi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *