BeritaInternasional

Menjaga Stabilitas Kawasan ASEAN

Stabilitas di Asia Tenggara berperan penting memajukan pertumbuhan dan kesejahteraan di kawasan.

REDAKSIBALI.COM – Indonesia telah didapuk memegang mandat Keketuaan ASEAN ke-43 selama satu tahun hingga 31 Desember 2023. Bahkan, seremoni Keketuaan ASEAN itu telah dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara simbolis di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (29/1/2023).

Sebagai salah satu negara pendiri dan negara terbesar di ASEAN, banyak pihak menyandarkan harapan pada Indonesia untuk dapat melakukan berbagai terobosan dan inovasi dalam menghadapi pelbagai permasalahan dunia, yang juga menjadi persoalan bagi Kawasan.

Melalui tema Keketuaan ASEAN yaitu: “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, Indonesia bertekad mengarahkan kerja sama ASEAN 2023 untuk melanjutkan dan memperkuat relevansi ASEAN dalam merespons tantangan kawasan dan global, serta memperkuat posisi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan

Berkaitan dengan sejumlah isu Keketuaan ASEAN itu, dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “Potret Asean Terkini di Kancah Global”, Senin (6/2/2023), Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menilai, Indonesia sebagai pemimpin ASEAN 2023 perlu mengambil peran sentral di kancah global dalam mendukung stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara.

“Ada dua isu stabilitas kawasan yang penting, yakni masalah krisis politik di Myanmar serta Laut Natuna Utara. Tantangan itu di satu sisi menunjukkan suatu pekerjaan rumah, sehingga harus dicari terobosannya. Apalagi Indonesia memegang peran sentral dengan kapasitasnya sebagai Ketua ASEAN,” ujarnya.

Dia optimistis, Indonesia sebagai pemimpin ASEAN bisa mendorong penyelesaian dua persoalan itu, karena ada banyak kanal diplomasi di ASEAN yang mendorong kerja sama ketimbang konflik.

Tahun ini, ungkapnya, ada sekitar 494 pertemuan antarnegara anggota ASEAN dengan beragam topik. Persoalan Myanmar misalnya, akan berpatokan pada lima poin konsensus yang salah satunya mengedepankan dialog inklusif dengan semua pihak untuk mendorong adanya special envoy atau utusan khusus.

Di sisi lain, Sidharto Suryodipuro, Dirjen Kerja Sama Asean Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), mengatakan bahwa persoalan krisis politik Myanmar memang menjadi pokok penting karena menyangkut stabilitas kawasan dan pembangunan komunitas kawasan.

Para menteri luar negeri di kawasan itu, tegasnya, sudah sepakat ada kesatuan pandangan yang mendukung upaya Indonesia untuk melaksanakan konsensus penghentian kekerasan, penyaluran bantuan, upaya pendekatan dengan semua pihak, serta dialog dalam proses politik yang inklusif.

“Indonesia sudah sampaikan rencananya, dan para menteri sepakat tentang rencana yang akan dilakukan oleh Indonesia dalam masalah Myanmar itu. Sedangkan mengenai Laut Natuna Utara perlu intensif melakukan perundingan dengan Tiongkok untuk mencapai suatu kemajuan dari sisi keamanan kawasan,” tuturnya.

Sementara itu, Fajar Hirawan, Kepala Departemen Ekonomi CSIS (Centre for Strategic and Internasional Studies), mengamini bahwa persoalan stabilitas di kawasan Asia Tenggara memegang peranan penting untuk memajukan pertumbuhan dan kesejahteraan di kawasan itu.

Menurutnya, investasi dan perdagangan internasional antarnegara ASEAN sejak 2015 tergolong tinggi. Hal ini, tuturnya, menjadi tanda bahwa kawasan ini memiliki potensi yang besar.

“Di mana-mana stabilitas ekonomi akan dipengaruhi oleh politik dan keamanan. Saya rasa memang stabilitas di kawasan patut dijaga dalam hal ini Myanmar. Kalau bicara masalah negara anggota Asean berarti semua harus dilihat. ASEAN memang didirikan sebagai forum untuk mengajak semua tumbuh bersama, tapi kalau ada satu yang punya isu stabilitas itu jadi tantangan tersendiri,” ungkapnya.   

Sedangkan terkait episentrum pertumbuhan di ASEAN, menurut Fajar, ada tiga isu prioritas untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan. Yakni, peningkatan daya saing, digitalisasi, dan pembangunan berkelanjutan.

Pernyataan Fajar juga diamini oleh Sidharto Suryodipuro. Menurutnya, di bidang ekonomi misalnya, ada beberapa isu yang sensitif. Ketahanan pangan dengan meningkatkan kerja sama, misalkan. Jika terjadi krisis, antar anggota ASEAN dapat saling membantu dengan jumlah yang lebih besar. Selain itu semua anggota sepakat untuk menjalin hubungan dengan negara penghasil pangan secara bersama-sama.

“Selain itu, ada isu sensitif lain, seperti transisi energi, kesehatan, keuangan di mana kita sudah punya kesepakatan bingkai ekonomi digital dan mobil listrik,” tambahnya.

Khusus untuk mobil listrik, Indonesia perlu mendorong terciptanya ekosistem kawasan yang memiliki aturan serupa sehingga tiap produsen memiliki outlook secara kawasan, karena pasarnya kawasan, bukan domestik. “Di bidang ini kita punya daya saing sebagai salah satu motor pertumbuhan,” ucapnya.(indonesia.go.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *