Kesehatan

Penyakit Misterius di Kongo: Ancaman Pandemi Baru atau Wabah Terbatas?

Munculnya Wabah Penyakit Misterius di Kongo
RedaksiBali.com – Otoritas kesehatan di Republik Demokratik Kongo (DRC) sedang menghadapi tantangan besar dengan munculnya wabah penyakit misterius yang telah merenggut puluhan nyawa. Hingga saat ini, dilaporkan sebanyak 376 kasus dengan hampir 80 kematian, di mana kasus pertama tercatat pada akhir Oktober 2024. Penyakit ini menimbulkan gejala yang menyerupai flu, termasuk demam, batuk, pilek, sakit kepala, dan nyeri tubuh.

Dieudonne Mwamba, Direktur Jenderal Institut Kesehatan Masyarakat Nasional Kongo, mengungkapkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan apakah penyakit ini disebabkan oleh virus atau bakteri. Sementara itu, penyakit ini terkonsentrasi di distrik Panzi, provinsi Kwango, yang memiliki akses infrastruktur kesehatan sangat terbatas.

Upaya Penyelidikan dan Respon Kesehatan
Tim medis, termasuk ahli epidemiologi, telah dikirim ke lokasi untuk menilai situasi dan membawa sampel untuk analisis di Kikwit. WHO juga ikut turun tangan dengan mengirimkan tim ahli yang terdiri dari dokter, teknisi laboratorium, serta spesialis pengendalian infeksi. Selain itu, bantuan berupa obat-obatan dan peralatan diagnostik telah didistribusikan untuk mempercepat investigasi.

Dr. Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika, menegaskan bahwa prioritas utama adalah melindungi keluarga dan komunitas yang terdampak. “Kami sedang bekerja keras untuk mengidentifikasi penyebab penyakit, memahami cara penularannya, dan memastikan respons yang efektif,” ungkapnya.

baca juga:

Fakta Mengejutkan di Balik Ramai Isu BPJS Kesehatan Bangkrut! Apa yang Sebenarnya Terjadi?

KPK Analisis Kekayaan Rp9,8 M Dedy Mandarsyah di Balik Kasus Penganiayaan Dokter Koas

Kasus Pemukulan Dokter Koas di Palembang: Langkah Kemenkes dan Proses Hukum

Jusuf Kalla Kembali Pimpin PMI: Peran Strategis Palang Merah Indonesia dalam Kemanusiaan

Apakah Berpotensi Menjadi Pandemi Global?
Epidemiolog Dicky Budiman dari Griffith University Australia menyebutkan bahwa potensi penyakit ini menjadi pandemi global masih rendah. Ia menjelaskan, penyakit yang menyebabkan kematian cepat sering kali menghambat penyebarannya, karena pasien tidak sempat menularkan penyakit tersebut ke orang lain. Namun, ia mengingatkan bahwa risiko pandemi dapat meningkat jika ditemukan bahwa penyakit ini dapat ditularkan oleh individu tanpa gejala.

Dicky juga menyoroti pentingnya tindakan pencegahan di pintu masuk internasional Indonesia, seperti pemeriksaan suhu dan gejala, untuk mencegah penyebaran penyakit lintas negara.

Dampak Terbesar pada Anak-Anak
Penyakit ini memiliki dampak besar pada anak-anak di bawah usia lima tahun, yang sebagian besar sudah mengalami kekurangan gizi. Menteri Kesehatan Kongo, Samuel-Roger Kamba, mencatat bahwa sekitar 40% kasus terjadi pada kelompok rentan ini.

Tantangan di Tengah Infrastruktur Terbatas
Distrik Panzi, tempat wabah terkonsentrasi, menghadapi tantangan besar dalam penanganan penyakit ini karena keterbatasan akses jalan dan fasilitas kesehatan. Kondisi ini memperlambat proses identifikasi dan penanganan pasien, sehingga meningkatkan risiko angka kematian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *